FBS Hadir di Jogja TV

Kemampuan kreativitas di bidang seni memang merupakan bakat alami dan tidak semua orang memilikinya. Namun, keberadaan bakat tidak bisa berdiri sendiri. “Perlu pembinaan dan pendekatan agar seseorang mampu menghasilkan karya dari bakatnya,” ujar Drs. Djoko Maruto, M.Sn., dosen Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) yang terkenal akan kelihaiannya melukis wajah. Ia lalu mencontohkan, jika orang ingin membuahkan sesuatu, mereka perlu belajar tekniknya, baik dari dasar maupun hingga ke tingkat yang paling tinggi.

Ia mengungkap bahwa untuk mencapai kemajuan bakat diperlukan pembelajaran tersendiri. “Seperti di Jurusan Seni Rupa, kemajuan mahasiswa dapat dipupuk dengan latihan dan kritik,” jelasnya. Ya, karya mahasiswa baik dalam hal melukis, membatik, maupun memahat patung butuh apresiasi dan baginya kritik menjadi jembatan menyalurkan apresiasi tersebut. Demikian tambah dosen seni rupa tersebut dalam acara talkshow Bersama UNY di stasiun televisi Jogja TV (1/5) kemarin.

FBS sebagai kampus yang memiliki dua bidang kajian, yaitu bahasa dan seni, memang tidak hanya mempersiapkan mahasiswanya menjadi guru profesional. Menurut Prof. Dr. Suminto A. Sayuti (dosen dan sastrawan) mahasiswa FBS memiliki wadah yang luas untuk menampung kreativitasnya. Ia mencontohkan, selain sebagai kampus pendidikan, banyak mahasiswa yang berprestasi di bidang kesenian, baik nasional maupun Internasional. Sebut saja, Birul Walidaini (mahasiswa Pendidikan Seni Musik) yang berhasil meraih juara kedua tingkat dunia solo gitar di Italia 2012, Retno Rahma S. (mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris) yang menjadi delegasi Indonesia dalam Debat Internasional di Berin, Eko Triono yang menjadi pemenang lomba menulis cerpen tingkat nasional, Hashfi K (Penerima beasiswa DAAD di Jerman), atau alumni FBS, Linda Setyaningrum yang kini aktif sebagai pengajar bagi penutur asing di UNY.

“FBS mampu menghadirkan geliat seni dan sastra,” tambahnya. Hal senada juga diamini Prof. Dr. Zamzani, M.Pd. (Dekan FBS). FBS juga mampu menghadirkan program-program yang berguna untuk masyarakat. “Di setiap prodi, FBS memiliki program unggulan masing-masing yang juga sebagai salah satu bentuk pengabdian masyarakat,” ungkapnya. Memang, program di setiap prodi memiliki ciri tersendiri, seperti English For Children, Sastra Kreatif, penerjemahan bahasa asing, tari koreografi, desain komunikasi, dan pranatacara. Masih Zamzani, “Baik dosen dan mahasiswa semua ikut andil disitu.”

Selain ketiga orang di atas, hadir pula Dra. Titik Putraningsih, M.Hum. dalam talk show yang bertajuk “Bahasa, Sastra dan Seni Untuk Peradaban Bangsa” itu. Senada dengan Zamzani, dosen tari ini setuju jika FBS dikatakan kampus humanis. Dalam andil ikut melestarikan budaya tradisional di Indonesia, khususnya Yogyakarta, FBS memiliki sanggar Seni Pradnya Widya. Sanggar ini adalah sanggar tari yang dikelola dosen-dosen Jurusan Pendidikan Seni Tari yang bekerja sama dengan para alumni dan mahasiswa yang berprestasi dalam bidang seni tari.

Dalam acara yang dipandu oleh Ninda Nindiani tersebut ditampilkan pula hasil binaan Sanggar Tari Pradnya Widya yang membawakan tari anak “Kupu Ayu”.  Menutup acara, mahasiswa seni musik turut unjuk kebolehan. (Fitri Ananda/HumasFBS)