Jas Biru di Negeri Keju

FBS-Karangmalang. Sebanyak 5 mahasiswa dan satu dosen pendamping dari Fakultas Bahasa dan Seni mengikuti program Cultural Dimension in Teaching Children in the 21st Century yang bertempat di Fontys University of Applied Sciences, Tilburg, Belanda. Kelima mahasiswa tersebut adalah Artine Ayu Utami, Lutfi Efendi, dan Wardania Dewi F.C. dari jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Filla Lavenia Palupy serta Ulik Chodratillah dari jurusan Sastra Inggris, serta Bapak Tri Sugiarto, M.Hum sebagai dosen pendamping. Program yang berlangsung mulai 13-27 September 2015 ini merupakan program transfer kredit yang terbuka bagi mahasiswa dari seluruh jurusan di FBS yang lolos seleksi. Kerja sama antara FBS UNY dengan Fontys telah berjalan sejak tahun 2013. Sembilan mahasiswa Fontys telah belajar selama masing-masing 1 semester di tahun 2013 dan 2015. Sementara itu, kunjungan keenam civitas akademika UNY ke Belanda ini merupakan kunjungan balasan pertama.

Sebagai program transfer kredit, fokus utama dari kegiatan ini adalah kegiatan pembelajaran. Selama dua minggu program, kelima peserta mengikuti pembelajaran di kelas-kelas besar maupun kelas khusus untuk program. Mata kuliah yang diikuti adalah Youth Literature, English Skills, Society, Context and Culture of US, Professional Skills, Children Literature, Educational System in the Netherlands, Teaching Angklung, dan Teaching in the 21st Century. Teori tanpa praktik adalah omong kosong. Maka dari itu, lebih dari sepuluh jam dalam program dijadwalkan untuk internship¸di mana para peserta mengunjungi sekolah-sekolah dasar Belanda yang mengadopsi sistem yang berbeda, mulai dari Basisschool Berkeloo dan Jan Lighthart Huibeven yang lebih tradisional, Klinkers yang modern dan mengunggulkan independent learning, De Vijf Hoeven yang mengutamakan critical thinking, serta sekolah Montessori. Tak hanya sebagai pengamat, kelima mahasiswa pun praktik mengajar angklung, tari tradisional, dan presentasi mengenai Indonesia. Penampilan mereka mampu menarik perhatian seluruh siswa SD, tidak terkecuali guru, karyawan, bahkan kepala sekolah.

Jangan biarkan sekolah membatasi belajarmu. Belajar tidak hanya dapat dilakukan di ruang kelas, justru terkadang pelajaran terpenting dalam hidup tidak dapat ditemukan selain dari hidup itu sendiri. Peserta program ditemani oleh Patrick van den Brand, dosen sejarah serta koordinator program dari Fontys, serta mahasiswa Fontys peserta program sebelumnya, melakukan ekskursi ke museum-museum guna mempelajari shared history, sejarah dan hubungan Indonesia-Belanda. Para peserta mengunjungi Museum Zaanse untuk belajar kehidupan tradisional Belanda, Museum Bronbeek  di Arnhem yang merupakan museum khusus Indonesia-Belanda dengan para veteran ramah yang tak segan mengajak bicara dalam bahasa Melayu, mengunjungi festival raksasa di Oisterwijk, belajar mengenai sejarah kota tua Den Bosch, mencermati jalur kereta tanpa pendamping ke Utrecht, dan ditutup dengan kunjungan ke Amsterdam, memanjat tangga sempit di rumah persembunyian gelap  museum Anne Frank.

Pengalaman belajar yang luar biasa tersebut tidak akan terlaksana tanpa izin dari Yang Maha Kuasa. Bimbingan dan bantuan dari pihak universitas, FBS, KUIK, jurusan, para dosen, karyawan, teman, dan tentunya orang tua menjadi faktor-faktor terpenting suksesnya program ini. Program juga tidak dapat terlaksana tanpa usaha dan kebaikan hati dari pihak Fontys University, Patrick van den Brand selaku koordinator, keluarga Kolen dan Bierings yang telah menjadi host family dan mengajarkan mengenai kehidupan keluarga Belanda, para mahasiswa Fontys peserta program sebelumnya yang mendampingi kami, para dosen di bagian PABO dan FLOT di Fontys, serta para mahasiswa.

Apalah arti kebahagiaan dan ilmu jika tidak dibagikan. Saat ini, kelima peserta program bekerja sama dengan peserta program ke Naresuan University, DAAD ke Jerman, dan BEM FBS sedang mempersiapkan mini-seminar untuk para mahasiswa UNY mengenai pengalaman mereka di negara-negara tujuan dan untuk belajar serta saling memotivasi untuk berkarya lebih besar lagi, berkelana lebih jauh lagi. (Wardania, Lutfi)