Kerajaan Boko “Berdiri” Kembali

Boko-Sleman. Kecemerlangan Candi Boko yang dibangun di Abad ke-8 muncul kembali lewat sendratari “Prahara Pengging Boko” (15/11). Seniman UNY menghidupkan situs bersejarah di ketinggian 800 dpl ini bak kerajaan langit. Situs Bersejarah Istana Ratu Boko dengan pencahayaan yang semarak disulap menjadi panggung megah bagi 80 penari dan 20 niyaga (penabuh gamelan). Setiap titik candi tidak luput dari cahaya dan semua sisi batu adalah bagian penting dalam membawakan cerita.

Sendratari “Prahara Pengging Boko” mengambil kisah tentang Kraton Boko sebagai setting awal mitos Candi Prambanan yang berkembang di masyarakat Jawa. Alkisah, kraton Boko adalah kerajaan Hindu yang berada di wilayah kekuasaan kerajaan Pengging. Rajanya, Prabu Boko memiliki wajah seperti raksasa namun ia memiliki putri yang cantik Jelita bernama Roro Jonggrang. Prabu Boko berobsesi menaklukan kerajaan Pengging namun akhirnya ia tewas di tangan Bandung Bondowoso, pangeran dari Kerajaan Pengging. Kerajaan Boko akhirnya tidak bertuan dan rakyatnya menderita karena perang. Cerita kemudian berlanjut pada kisah Bandung Bondowoso yang jatuh hati dan berjuang mendapatkan cinta dari putri musuhnya, Roro Jonggrang. Namun, Roro Jonggrang mengelabui Bandung Bondowoso sebagai bahasa penolakan cintanya. Cerita berakhir sedih dengan kemarahan Bandung Bondowoso yang mengutuk Roro Jonggrang menjadi salah satu pelengkap candi ke-1000 di Prambanan.

Supriyadi Hasto Nugroho, sutradara dan dosen seni tari UNY, menafsirkan cerita ini lewat gemulai tari klasik Jogja dengan apik. Kombinasi alam terbuka dengan tari kerajaan ini menambah hidupnya atmosfer istana Boko. Tempo tetabuhan gamelan yang dinamis sukses membawa emosi penonton di adegan per adegan. Sendratari didominasi oleh adegan perang dengan gaya tari gagah oleh para penari pria berkostum merah dan biru. Di akhir cerita, para penampil sukses membuat penonton terpukau dengan gerakan yang dramatis.

Eksotika sendratari ini adalah hasil kerja keras akademika UNY. Penampil dan kru adalah mahasiswa dan alumni Pendidikan Seni Tari sedangkan niyaga adalah para dosen Pendidikan Seni Tari dan mahasiswa Pendidikan Bahasa Jawa UNY. Menurutnya Wien Pudji P, Ketua Jurusan Pendidikan Seni Tari, proyek merupakan tantangan tersendiri bagi tim UNY karena penampilan dilakukan di alam terbuka. “Persiapan fisik dan penguasaan panggung (alam) itu sangat penting,”jelas dosen yang berkompeten di manajemen seni pertunjukan ini. “Latihannya juga hanya berlangsung tidak lebih dari sebulan, namun kami bersyukur ‘Prahara Pengging Boko’ berlangsung sukses,” ungkapnya.

Hajatan besar ini merupakan kerjasama antara UNY, Dinas Pariwisata Yogyakarta dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta untuk mempromosikan wisata candi Ratu Boko. Dibandingkan dengan Candi Prambanan, kunjungan di candi ratu Boko masih minim. Seperti yang dilansir Sindo, tingkat kunjungan ke candi Boko berkisar 7.816 orang per hari. Wien Pudji memaparkan bahwa penampilan perdana ini akan dilanjutkan di tahun-tahun berikutnya. Harapannya, sendratari ini berbuah meningkatnya popularitas candi Boko di bidang wisata dan ilmu sejarah. (Febi/Humas FBS)