Mayang, Pencipta Motif Amarah si Jaran Kepang

FBS-Karangmalang. Batik bukan hanya karya seni dengan prosedur tutup celup semata,  batik juga mengajarkan pendidikan berkehidupan dan kepribadian. Baginya, batik mengajari arti kesabaran. “Membantik membuat saya berhati-hati dalam bertindak,” terang Dhara Dinda Kamayang.

Sosoknya ayu dan biasa dipanggil Mayang. Ia yang kini merupakan mahasiswi Pendidikan Seni Kerajinan 2012 Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta (PS Rupa FBS UNY) baru saja menorehkan prestasi sebagai Juara ketiga dalam Lomba Desain Motif Batik Mahasiswa 2013 tingkat Nasional (15-17/7).

“Yang jelas saya bersyukur dan tidak menyangka,” tuturnya yang aktif dalam himpunanan mahasiswa seni rupa dan kerajinan (Hima Seruker) disinggung perihal kemenangannya. Benar saja, lomba yang diadakan Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) dengan Yayasan Batik Indonesia (YBI) tersebut adalah lomba perdana yang ia ikuti.

Niatnya mengikuti lomba yang diikuti 578 peserta dari dua kategori, yaitu: Sandang dan Interior hanya sekadar mencoba. Tak disangka, motif batik di kategori sandang yang ia beri nama ‘Amarah si Jaran Kepang’ menarik hati para juri.

Katanya, ia terinspirasi pertunjukan Jaran Kepang yang semakin jarang ditemui. Diksi Amarah menggambarkan amukan si Jaran Kepang sesudah ia memakan sesaji yang ada.nIa kemudian membubuhkan warna merah pada mata si Jaran untuk menambah kesan garang.

Lomba dua tahunan ini memang memiliki tema besar ‘Batik Nusantara Warisan Budaya Indonesia untuk Indonesia’. Makanya, Mayang sengaja mengangkat Jaran Kepang supaya lekat di ingatan. “Ya, agar pertunjukan ini tetap memiliki eksistensi tinggi,” harapnya.

“Proses pembuatan desain ini memakan waktu kira-kira tiga minggu,” jelasnya. Ia berpendapat, dalam menciptakan desain yang ada pada kain katun ukuran 60 x 90 cm itu tak ada hambatan yang berarti. “Hanya saja diperlukan kesabaran dan yang penting jangan kemrungsung,” ujarnya.

Benar saja, Mayang memang akrab menekuni dunia membatik. “Orang tua yang mengarahkan saya. Setelah lulus SMP saya masuk SMK N 5 Yogyakarta dan serius di jurusan Desain Produk Kriya,” paparnya.

Awalnya ia segan, namun lama kelamaan ia mantab untuk terus mengembangkan keterampilan yang ia dapat. “Sampai akhirnya saya kuliah di sini. Ini bukti keseriusan saya untuk terus berkarya,” ujarnya tersenyum.

“Mengapa, kok akhirnya bukan juara 1?” Mayang menjelaskan bahwa juara 1 dan 2 (UNS dan ISI Yogyakarta) menang dari segi pewarnaan. “Mereka menggunakan warna-warna alam yang prosesnya lebih rumit sedangkan saya menggunakan warna sintetis yang sudah ada,” jelasnya.

Ia lantas berharap, kedepannya bisa mengeksplor dari warna alam. “Contohnya warna coklat itu bisa menggunakan tanah,” tutupnya yang juga berwirausaha di bidang desain produk batik dan hijab itu. (Fitriananda/Humasfbs)