PB Jerman Semarakkan Pameran Anak Terbesar

Program Studi Pendidikan Bahasa Jerman Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta (P.B. Jerman FBS UNY) ikut menyemarakkan pameran edukasi dan berbagai macam produk anak yang digelar di Gedung Jogja Expo Center (JEC), (27-31/3) lalu. Pameran anak terbesar yang diikuti 13 stand negara tersebut bertemakan ‘Ayo Keliling Dunia’. Adapun ke-13 stand negara itu adalah Jepang, Prancis, Jerman, Australia, India, Indonesia, Belanda, dan Amerika.

Stand Jerman tersebut dikonsep oleh para mahasiswa yang tergabung dalam Bund der Deutsch-Studenten (BDS/Hima Jerman). Alex Kurniawan selaku presiden BDS mengungkap bahwa konsep yang mereka angkat  adalah Deutschland Märchenland (Dongeng di negara Jerman). Tema ini diambil karena dirasa mampu menggambarkan suasana pameran yang didominasi oleh anak-anak. “Waktu persiapan kami tergolong singkat, namun hasilnya memuaskan,” tutur Alex.

Disitat dari blog BDS, stand Jerman sendiri didekorasi dengan latar belakang Istana Neuschwanstein ditambah beberapa patung tokoh dongeng dan miniatur Brandenburger Tor yang menjadi daya tarik tersendiri. Selain itu sajian kue khas Jerman seperti Nusskuchen, dan Apfelkuchen membuat semarak suasana. “Aktifitas menarik juga kami sajikan disini, seperti mewarnai gambar untuk anak-anak yang mengunjungi stand,” tambah Alex.

Pameran ini bertujuan agar anak-anak bisa berpetualang dan mempelajari budaya juga bahasa, maka Sabtu (30/3) mahasiswa P.B. Jerman 2010 sengaja menampilkan sebuah pertunjukkan boneka dengan mengangkat judul Rapunzel. Rapunzel sendiri merupakan salah satu dongeng terkenal dari Jerman, koleksi the Brothers Grimm dan pertama kali diterbitkan di tahun 1812 sebagai bagian dari Children’s and Gousehold Tales.

Rapunzel berkisah tentang seorang istri yang sedang hamil dan sangat menginginkan bunga yang bernama rapunzel, tak kuasa menahan rengekan sang istri, suami dari istri tersebut mencurinya dari kebun seorang penyihir. Sialnya pada malam ketiga, si penyihir akhirnya memergoki pencuri bunga rapunzelnya. Si suami memohon belas kasihan dari penyihir itu. Namun dengan bengisnya si penyihir hanya mau memaafkan dengan syarat jika anak yang ada di kandungan istrinya lahir harus segera diserahkan pada si penyihir. Dilanda rasa takut, suami tersebut mengiyakan.

Ketika sang istri melahirkan bayi perempuan, penyihir segera merebut paksa untuk memilikinya. Penyihir itu menamai si bayi dengan nama Rapunzel. Saat Rapunzel berusia 12 tahun, si penyihir mengurungnya dalam sebuah menara di tengah hutan, tanpa tangga, tanpa pintu, hanya ada satu kamar dan satu jendela di menara itu. Jika si penyihir ingin memanjat menara ia tinggal memerintah Rapunzel menjulurkan rambutnya yang panjang. Rapunzel terus dikurung hingga akhirnya ia diselamatkan oleh seorang Pangeran. (Fitri Ananda/ HumasFBS)