Semarak Malam 2 Mei di FBS

FBS-Karangmalang. Malam 2 Mei, Ormawa se-FBS mengadakan diskusi hari pendidikan Nasional dengan tema Kegalauan Pendidikan Nasional” di Pendopo Tedjakusuma. Mahasiswa UNY, UIN Sunan Kalijaga, UGM, dan pers mahasiswa ini duduk satu forum menyikapi kompleksnya permasalahan pendidikan di Indonesia. Talkshow yang juga menghadirkan jajaran dekanat FBS ini mengangkat topik UN sebagai salah satu permasalahan yang disikapi secara akademis.

“Sebenarnya pokok permasalahan dari kekacauan pelaksanaan Ujian Nasional di nusantara merupakan salah satu contoh akibat degradasi sikap,” ungkap Prof. Dr. Zamzani, M.Pd. Dr. Widyastuti Purbani, M.A., Wakil Dekan I pun mengiyakan. Ia prihatin dengan mental tidak jujur yang masih mencirikan sistem pendidikan di Indonesia. Menurutnya, usaha pemerintah untuk mengurangi permasalahan mental patut dihargai dengan adanya 20 jenis soal UNAS, namun implementasi ini perlu dievaluasi. “Selama guru masih dibuat stress (karena sistem yang membuat mereka tidak berkekuatan), kejujuran tidak akan pernah ada,“ ungkapnya. Itu sebabnya, UAN tahun ini tetap saja dibarengi dengan laporan kasus mencontek massal, bocornya kunci jawaban dan jual beli jawaban. Alih-alih membuat sistem yang terkontrol, pemerintah sayangnya merespon ketidakjujuran dengan ketegasan sikap untuk mensentralkan kekuatan. “Pemerintah belum sepenuhnya percaya terhadap daerah untuk menangani soal, makanya soal-soal disentralisasikan tanpa memikirkan mekanisme pendistribusian soal ke wilayah Indonesia yang tidak mudah,” tutur Widyastuti.

Talk show ini  kemudian menjadi curahan hati demi menggugat perbaikan kinerja pemerintah terlebih ketika kurikulum 2013 akan segera dicanangkan. Zamzani menerangkan sikap universitas sebagai salah satu motor penggerak pendidikan, “UNY, sebagai universitas berbasis pendidikan, tetap akan berusaha untuk meningkatkan mutu calon tenaga pendidik, semisal dengan PLPG dan pembangunan sekolah berbasis lab.” Tampaknya sistem yang kondusif perlu terus berjalan ketika kegalauan melanda pendidikan di tingkat birokasi. “Karena semestinya pendidikan merupakan proses pembudayaan, bukan pembuayaan,” ungkap moderator Rony yang mengutip kata-kata budayawan Suminto A. Sayuti.

Di waktu yang sama di FBS, pembudayaan di tema yang berbeda diusung oleh BEM FBS 2013:  keberagaman dalam keseragaman. Stage FBS berbeda semarak dengan pendapa Tedjokusuma dengan pentas keseniannya dengan puisi, musik, dan tari. “Berdasarkan diskusi yang sudah pernah dilakukan, kami menyadari kebutuhan mahasiswa untuk berekspresi dengan kemampuan seni dan sastra yang beragam,” terang Tommy Safarsah, Ketua BEM FBS. “Untuk itu, penampilan seni ini bertujuan untuk menandakan sinergi dalam keberagaman itu dapat terjalin,” ungkapnya lagi. Malam 2 Mei ini menjadi malam puncak dari rangkaian kegiatan Open House BEM FBS yang sudah didahului Ngonthel Sedulur, Bincang-Bincang Mahasiswa (BBM), dan Seminar Sastra dan Budaya tempo lalu. “Harapan dari rangkaian kegiatan ini, FBS dapat mulai membangun kebersamaan, budaya diskusi, dan kritis dalam pendidikan dan sastra,” jelas Tommy. (Nunggal/Febi/HumasFBS)