Sistem Pendidikan Eropa vs Sistem Pendidikan Asia

FBS-Karangmalang. Jumat (2/3) lalu Badan Eksekutif Mahasiswa FBS UNY menyelenggarakan seminar internasional bertajuk Perbandingan Pendidikan di Eropa dan Asia (Belanda, Turki, Cina, dan Indonesia) yang bertempat di Ruang Seminar PLA FBS. Sebanyak 250 peserta memenuhi kursi-kursi yang berjejer rapi tanpa spasi kosong.

Dalam sambutannya, Dr. Widyastuti Purbani, M.A. menyatakan dukungannya terhadap penyelenggaraan seminar ini dengan menjelaskan betapa perlunya mengambil pembelajaran dari sistem pendidikan negara maju mengingat sistem pendidikan serta kurikulum Indonesia, sebagai negara berkembang, belum begitu kuat. Wakil Dekan I FBS UNY ini kemudian menambahkan pentingnya memahami sistem pendidikan yang diaplikasikan di negara lain terutama bagi mahasiswa yang ingin melanjutkan studi ke luar negeri. Hal ini turut diamini oleh Arda Sedyoko selaku Ketua BEM FBS sekaligus koordinator acara, “Kami berharap teman-teman peserta dapat membandingkan dan mengaplikasikan materi dalam seminar, apalagi di sini banyak mahasiswa yang mengambil jurusan pendidikan.

Seminar internasional yang dikenai harga lebih murah dari biasanya ini menghadirkan Prof. Theo Wubbles, Ph.D. (Dekan Social and Behaviour Faculty, Utrecht Universitet, The Netherlands), Lutfi Ulker (mahasiswa Pasca Sarjana UNY), Peng Zillin (mahasiswa FBS UNY), dan Dr. Kun Setyaning Astuti, M.Pd. (Dosen Pendidikan Seni Musik FBS dan program Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta) sebagai pembicara. Para pembicara tersebut membawakan kultur pendidikan di negara masing-masing.

Prof. Theo Wubbles, Ph.D. menekankan pentingnya interpersonal perspective dalam mengajar. “Sangat penting bagi guru untuk membangun sebuah jalinan kedekatan dengan murid-muridnya,” ungkap Wubbles. Lebih lanjut ia menambahkan akan lebih baik jika seorang guru mengerti apa yang dibutuhkan serta dipikirkan murid, karenanya ia menyarankan angket sebagai sarana evaluasi.

Lutfi Ulker yang merupakan warga Turki lantas menerangkan sistem pendidikan di negaranya. Dari penjelasannya dapat diketahui jika negara yang berbatasan dengan Selat Bosphorus tersebut memiliki sistem wajib belajar 12 tahun tanpa dikenakan biaya sedikitpun bagi masyarakatnya. Ulker kemudian berkata bahwa mereka memiliki SBS Exam yang setara dengan Ujian Nasional dan OSS Exam sebagai ujian masuk universitas. “Sebenarnya sistem pendidikan Turki dan Indonesia tidak berbeda jauh. Malah saya menemukan banyak persamaan,” akunya, “Mungkin yang berbeda adalah sedikitnya universitas swasta di sana. Universitas-universitas negeri mendominasi dan pemerintah memberikan beasiswa bagi pelajar sebanyak 600 Dollar per bulan.

Penampilan gitar ansambel dari mahasiswa Pendidikan Seni Musik memberikan hiburan bagi peserta seminar. Acara lalu dilanjutkan dengan pemaparan Peng Zillin dan Dr. Kun Setyaning Astuti, M.Pd. mengenai pendidikan di Cina dan Indonesia.

Peng Zillin mengemukakan betapa berbedanya sistem pendidikan Cina dan Indonesia. “Di sana semuanya sudah teratur, dimulai dari jadwal kuliah sampai penyediaan buku. Jadi mahasiswa tidak perlu kesulitan mencari buku pedoman, universitas sudah menyediakan. Mereka tinggal belajar saja,” ujarnya. Masih dari Zillin, “Tapi biaya kuliah di Indonesia murah sekali. Dan lagi biaya hidup di sini juga tergolong terjangkau.

Sementara Dr. Kun Setyaning Astuti, M.Pd. menjelaskan sistem student center, dimana murid yang mendominasi kelas alih-alih guru. Peran guru hanyalah sebagai korektor, jika ada yang salah barulah guru menengahi. Wakil Dekan III FBS UNY ini juga memaparkan pentingnya kreatifitas siswa dalam berkarya. “Jadi, misalnya, dalam mengajar tangga nada, cukup iringi siswa dengan instrumen saja. Ajak mereka berkreasi menciptakan melodi-melodi baru. Jangan cuma diberitahu jarak antar nada itu satu setengah ketuk dan sebagainya, tandasnya.

Ditanya tentang metode apa yang terbaik, Theo Wubbles menjawab, “Tidak ada yang lebih baik satu dari yang lainnya. Yang baik adalah mengambil manfaat dari apa yang ada kemudian menggabungkannya.”

Seminar ini lalu ditutup dengan persembahan lagu oleh Dr. Kun Setyaning Astuti, M.Pd., Prof. Theo Wubbles, Ph.D., serta dua mahasiswa Pendidikan Seni Musik, Riosa dan Jeremiah. (Nunggal)