Talk Show Hardiknas: Kegalauan Pendidikan Nasional

FBS-Karangmalang. Kurikulum 2013 tidak semestinya dilaksanakan tahun ini. Pernyataan sikap ini menjadi hilir dari kegalauan Pendidikan Nasional yang menjadi tema talk show di Pendapa Tedjokusuma (2/5). “Ini adalah bentuk respon kami akibat carut-marutnya kurikulum pendidikan nasional dan permasalahan UNAS,” jelas Hutama, ketua panitia.  Alih-alih berdemonstrasi, mahasiswa kemudian berkumpul di malam Pendidikan Nasional demi menyatukan sikap terhadap kurikulum baru yang akan dicanangkan Juli ini. Forum diskusi yang diwadahi oleh ormawa se-FBS ini dihadiri mahasiswa UNY, UIN Sunan Kalijaga, UGM, dan jajaran dekanat FBS.

Implementasi kurikulum 2013 cenderung diwarnai kelemahan persiapan. “Pembaruan kurikulum itu tentunya disertai dengan persiapan buku ajar dan pengembangan guru, dan lazimnya  itu tidak bisa dilakukan dengan cepat,” ungkap Dr. Widyastuti Purbani, M.A., Wakil Dekan I. Ia menekankan kata kunci tematik terintegrasi dalam kurikulum 2013 yang menuntut tipe pembelajaran implementasi yang butuh standar baik. “Standardisasi ini tidak bisa dilakukan semalam,” ungkap Widyastuti.  Dalam prosesnya, semua buku ajar harus diubah sesuai kurikulum agar dapat menjadi acuan pembelajaran yang cocok. Sudarmaji, M.Pd, Wakil Dekan II pun menambahkan, “Pembuatan buku itu butuh cukup waktu; ada proses pengendapan, penilaian, evaluasi, dan itu terus-menerus dilaksanakan hingga menghasilkan materi buku yang benar-benar bagus,” jelasnya. Di sisi lain, pemberdayaan guru perlu dilakukan maksimal. Pelatihan tenaga ahli guru yang master dalam kurikulum ini baiknya perlu dilakukan secara matang. “Faktanya, pelatihan itu dilaksanakan baru-baru ini (baca: di tahun yang sama) dan tampaknya terlalu naïf bila hasilnya dapat tercapai dalam waktu singkat,” ujar Widyastuti.

Bukan berarti Kurikulum 2013 adalah bentuk kemunduran Pendidikan Indonesia. “Kurikulum tematik-integratif itu sudah ada sejak 1977 dan terbukti sukses di negara-negara berkembang,” terang Kun Setyaning Astuti, Wakil Dekan III. Namun, persiapan dalam mewujudkan pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa tidak bisa instan dan terpusat. “Kurikulum seharusnya memikirkan kehadiran lokalitas ketika pendidikan tetap mengunggulkan sains dan matematika,” ungkap Ayu Habibah, Mahasiswa Pendidikan Bahasa Jerman 2011.

Di balik kritik terhadap isu ini, kelemahan perencanaan kurikulum ini tentunya tidak lepas dari problematika di dalam kemendiknas. “DPR merestui anggaran pengembangan kurikulum ini setelah menunggu proses lama padahal pemerintah sudah menargetkan kurikulum ini dapat diimplementasikan di 2013,” terang Sudarmaji. Arda Sedyoko, mahasiswa PBSI 2009 pun menyetujui, “Pendidikan memang baiknya berjalan di ranah khusus yang bersih dari ribetnya birokrasi dan kepentingan berbagai pihak, bahkan dari potensi politisasi,” ungkap mantan ketua BEM FBS 2012 ini. (Febi/HumasFBS)