Untungnya Memiliki HaKI

FBS-Karangmalang. Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) bermanfaat bagi pemilik karya. “HaKI itu melindungi kreativitas sehingga orang lain tidak sewenang-wenang menggunakan penemuan, desain, atau ciptaan kita,” jelas Dr. Hari Sutrisno, dosen Pendidikan Kimia, FMIPA UNY dan pemilik empat HaKI dari lembaga Nasional dan Internasional ini. Bersama Ir. Suyitno Hadi Putro, M.T, Dr. Hadi Sutrisno mengisi seminar HaKI bagi dosen-dosen FBS tempo lalu (14/6). Dalam seminar berdurasi empat jam ini, para pembicara mengajak dosen untuk berkarya dan meneliti dengan orientasi HaKI.

Ir. Suyitno menambahkan manfaat nilai HaKI untuk karya orisinal. “Paten itu cara efektif untuk meningkatkan nilai ekonomis hasil penelitian sehingga dukungan terhadap kegiatan penelitian dapat meningkat,” jelas ketua Badan Pertimbangan Penelitian Bidang Sains dan Teknologi UNY ini. Selain sebagai strategi pemasukan finansial, penelitian berorientasi HaKI itu dapat memperluas pengalaman bagi mahasiswa dan pengajar. “Syarat penelitian ini adalah kekinian, jadi kita akan terdorong untuk mengidentifikasi permasalahan yang up-to-date,” terangnya. Menurutnya, penelitian ini juga bisa membina jaringan, karena publikasi karya ini bisa membuka pintu kerja sama dengan investor, industri, komunitas, maupun instansi tertentu. Pun ketika memiliki hak paten, manfaatnya akan terasa ketika timbul sengketa ciptaan di kemudian hari.

Dr. Hari Sutrisno menjelaskan bahwa HaKI itu mencangkup penemuan, karya artisitik, dan sastra. Selain itu, simbol, nama, citra, dan desain yang digunakan dalam dunia komersial sudah dapat digolongkan bersyarat HaKI. “Ketika anda menciptakan canting batik dengan bentuk berbeda, itu sudah penemuan dan seharusnya didaftarkan hak paten,” terangnya.  Ir. Suyitno pun memiliki pendapat yang sama. “Jangan takut dengan kesederhanaan (temuan), karena segala inovasi dan hal baru itu adalah hasil kreativitas yang mesti dilindungi,” terang Dosen FT UNY ini.

Ada berbagai jenis HaKI yang dituangkan dalam UU, di antaranya Hak Cipta (Copyrights), Paten (Patent), dan Merek (Trademark). Buku, karya tulis yang diterbitkan, ciptaan dalam bentuk ucapan, alat peraga pendidikan dan pengetahuan termasuk hak cipta. Lagu, drama, koreografi, seni, peta, dan terjemahan pun termasuk hak cipta. “Selama ciptaan itu orisinal, bukan milik umum dan sesuai UU tentang hak cipta, karya cipta dapat didaftarkan,” ujar Dr. Hari. Ia pun menyarankan agar hak ini diperjuangkan. Di Indonesia, hak paten itu diberikan kepada pencipta yang mendaftar pertama, bukan yang pertama kali menemukan, jadi mendaftarlah bila merasa menemukan,” ajaknya. Prosedur permohonaan ciptaan dapat diakses di Direktorat Teknologi Informasi dengan penjelasan sesuai UU No.12 tahun 1997.

Di kategori hak paten, dua pembicara juga memberikan strategi untuk mendapatkannya. Langkah pertama, telusuri dulu paten di bidang kajian agar tidak melanggar hak paten orang lain dan sesuai dengan tren perkembangan teknologi dan pertumbuhan pasar. Pencarian dapat dilakukan dengan menelusuri dokumen tertulis atau file database komputer, semisal dari www.dgip.go.id (Kantor Paten Indonesia) dan www.wipo.int (WIPO-PBB). Selanjutnya, lakukan analisis paten untuk mencari tren teknologi dan membantu menfokuskan target paten. “Sofware tertentu, seperti Inas 3.01.66 (Pro), dapat membantu analisis,” terang Dr. Hadi. Selanjutnya pendaftaran teknis dapat dilakukan melalui Kemenkumham. (Febi/Humasfbs)