Delegasi FBS UNY Berlaga di Ajang Debat Dunia WUDC 2014

FBS-Karangmalang. Belajar merupakan tugas utama seorang pelajar dari berbagai jenjang pendidikan. Untuk mengimbanginya, berbagai kompetisi diciptakan untuk mengasah kemampuan berpikir dan berkarya serta menggali pengalaman sedalam-dalamnya. Berkontribusi untuk almamater dan negara merupakan impian setiap pelajar, salah satunya melalui partisipasi dalam setiap kompetisi. Setelah melewati berbagai proses penyaringan yang tidak mudah tim debat UNY dalam English Debating Society (EDS), kembali mendapat kesempatan untuk bersaing dalam kompetisi debat bergengsi dunia World Universities Debating Championship (WUDC) 2014 di Chennai, India.

Tahun 2014 merupakan tahun ke-33 agenda akbar ini digelar selama delapan hari (28/12-4/1). Ratusan peserta dari seluruh penjuru dunia memadati Rajalakshmi Engineering College dalam sembilan babak penyisihan. UNY mendelegasikan dua tim yang terdiri dari Tika Destiratri Setiawan, Arif Burhanudin, Rasman, dan Anisa Sukma Wantari serta satu Adjudicator N1 yaitu Zyah Rochmad Jaelani. Latihan mandiri intensif selama satu bulan menjadi amunisi dalam persiapan melawan tim-tim terbaik dari seluruh dunia. Meskipun sempat mengalami culture shock, aroma pertandingan yang sangat sengit langsung tercium ketika pertama kali menjejakkan kaki di Negeri Barata.

Sempat mengalami berbagai kendala, Tika dan Arif (sapaan akrabnya) dari UNY A mengaku bahwa pengalaman berlaga di WUDC 2014 merupakan pengalaman yang tak terlupakan. Di sinilah mereka bisa bertemu dengan banyak debaters internasional. Sempat melawan tim Macau University dari Hongkong, mereka sangat terkesima dengan analisis tajam dan dalam dari tim tersebut. Meskipun kurang beruntung dalam melawan tim dari Hongkong, Tika dan Arif berhasil mengantongi 10 Victory Point (VP) dalam kompetisi dengan sistem Britih Parliamentary (BP) tersebut.Sedang Zyah selaku N1 (juri) berhasil mempertahankan kedudukannya sebagai panel adjudicator selama sembilan babak penyisihan.

Anisa, satu tim dengan Rasman, dari UNY B merasa terkesan ketika melawan Stanford University. Lain halnya dengan UNY A, UNY B mengantongi delapan VP. Meskipun VP yang didapat tidak sama dengan UNY A, Anisa mengaku sangat senang karena bisa mendapat ilmu dari tim-tim lawan.

Belajar dari WUDC, Arif melihat ada kebiasaan emas yang patut ditiru oleh semua orang. “Yang saya lihat dari mereka (debaters yang luar biasa) adalah habit mereka membaca. Dalam situasi apapun pasti disempatkan untuk membaca.” Selain itu, ia belajar banyak tentang budaya orang India yang ia temui secara langsung, mulai dari cara beribadah, makanan khas, hingga kondisi sosial di sana.

Kompetisi tersebut tidak hanya berkesan bagi delegasi dari UNY tetapi juga delegasi Indonesia secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan untuk pertama kalinya, Indonesia mencetak sejarah menjuarai WUDC dalam kategori English as a Foreign Language (EFL) yang diraih tim dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Sedang untuk Open Category dimenangkan oleh Harvard University A dan Berlin Debating Union untuk kategori English as a Second Language (ESL).

Tika menyadari bahwa untuk dapat lolos ke WUDC merupakan perjuangan yang sangat tidak mudah dan penuh lika-liku. Kerja keras merupakan kunci dari perjuangan yang ia lalui bersama teman-temannya. Apapun hasilnya merupakan bonus dari keringat yang mereka peras. Untuk generasi-generasi selanjutnya, Tika berharap semangat dalam belajar dan berkarya dapat lebih ditingkatkan. Selamat dan sukses! (Zidnie/Febi)