Memperluas dimensi musik kontemporer melalui October Meeting

FBS-Karangmalang. Art Music Today kembali menggelar sebuah event lagi yang bertajuk October Meeting. Acara yang diadakan pada tanggal 14-16 Oktober 2016 pukul 19.00 WIB bertempat di Laboratorium Karawitan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta tersebut bertujuan untuk mencari bibit-bibit potensial pencipta karya musik kontemporer, lebih tepatnya merupakan sayembara yang diperuntukkan kepada para komponis musik beraliran kontemporer.

October meeting tahun ini merupakan langkah awal  dan usaha pertama untuk membentuk festival tahunan untuk musisi musik kontemporer. “Acara ini merupakan salah satu upaya untuk memperluas dimensi musik yang sebelumnya masih terlalu sentralistik pada karya ataupun tokoh tertentu, jadi memang dibutuhkan sekelompok orang gila yang fokus untuk memutuskan dan melakukan set up dari October Meeting” ujar mas Gatot Danar saat menjawab pertanyaan dari MC. October Meeting ditopang olah dua pondasi kokoh yang akan bertanggung jawab dalam setiap acaranya yaitu Art Music Today ( AMT ) dari Yogyakarta dan Trace21 dari Amsterdam, Belanda. Bisa dibilang acara ini digarap secara serius dan memiliki kemungkinan untuk go Internasional.

Selama  tiga hari peserta yang terpilih akan mementaskan karyanya secara bergantian. Sebelum acara benar-benar dilaksanakan, juri telah mencalonkan enam nama komponis berbakat yang telah melakukan seleksi selama Februari hingga Juni tahun ini sebagai finalis October Meeting. Keenam nama tersebut adalah Abizar Algifari S dengan karya berjudul Geh Opat, Aldy Maulana dengan karya berjudul Pakuan X, Jay Afrisando dengan karya berjudul Gatra, Nursalim Yadi Anungerah dengan karya berjudul Anjing! , Septian Dwi Cahyo dengan karya berjudul Translucent Diorama, dan Wendi Jiad Permana dengan karya berjudul Sakieu. Tidak tanggung-tanggung juri kompetisi ini berasal dari tiga negara yaitu tiga orang dari negara Indonesia yaitu Gema Swaratyagita, Gatot Danar Sulistiyanto, dan Iwan Gunawan serta dua orang lainnya yaitu Dieter Mack dari Jerman dan Roderik de Man dari Belanda.

Selama tiga hari peserta telah mementaskan komposisinya secara bergantian. Untuk musik kontemporer sendiri dapat dilihat bahwa animo masyarakat masih sangat rendah. Hanya ada beberapa orang yang berminat untuk menyaksikan pementasan musik ini, sedangkan sisanya adalah peserta dan kru nya. Dalam kompetisi ini tidak ada urutan ranking dalam penjurian, namun hadiah yang diberikan berupa hadiah pertama, hadiah kedua, dan hadiah kehormatan. Dari keenam peserta, pada akhirnya terpilih tiga nama yang berhasil memikat hati para juri, mereka adalah  Abizar Algifari S dengan karya berjudul Geh Opat, Wendi Jiad Permana dengan karya berjudul Sakieu, dan  Septian Dwi Cahyo dengan karya berjudul Translucent Diorama. Karakteristik musik yang berbeda dan unik juga salah satu hal yang membuat penjurian menjadi semakin selektif. (YP Fahmy)