Pentas Kolaborasi Kontemporer “Negeri Langit”

FBS-Karangmalang. Pementasan “Negeri Langit” telah diselenggarakan pada Kamis (15/9) di Gedung Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta. Pentas teater yang bertajuk pentas kolaborasi ini dinaungi oleh seluruh organisasi mahasiswa (ormawa) Fakultas Bahasa dan Seni di antaranya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), Himpunan Mahasiswa Seni Tari, Himpunan Mahasiswa Perancis, BDS/Himpunan Mahasiswa Bahasa Jerman, Himpunan Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, English Department Student Association (EDSA), Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia, Himpunan Mahasiswa Pendidikan Bahasa Daerah, Himpunan Mahasiswa Seni Musik, Himpunan Mahasiswa Seni Rupa dan Kerajinan, UKMF Limlarts, UKMF Kreativa, UKMF Al-Huda, dan UKMF Sangkala.

Naskah “Negeri Langit” dirancang oleh tim yang beranggotakan Drs. Soeprapto Soedjono, MFA, Ph.D., Drs, Kasidi Hadiprayitno, M.Hum., Drs. Suharyoso, Drs. Untung Tri Budi Antono, Drs, Kusyuliadi, Drs. Charul Anwar, M.Hum., mengangkat kritik sosial terhadap kebobrokan politik yang menjamur sampai sekarang. Sebuah negeri bernama Negeri Langit sedang dilanda krisis pemimpin. Cakraningrat, sebagai salah satu penghuni Negeri Langit mencari sosok pemimpin ideal. Dalam perjalanannya, dia bertemu dengan beberapa kandidat yang menginginkan posisi tersebut. Namun, ada saja hal gelap yang membuat Cakraningrat urung memberikan posisi pemimpin pada kandidat-kandidat itu. Hati mereka sudah tidak murni. Tujuan mereka memimpin negeri sudah tercampur dengan tujuan-tujuan lain yang cenderung merugikan rakyat. Dalam perjalanannya, Cakraningrat juga bertemu kawan-kawan lamanya yang dulunya penghuni Negeri Langit. Akan tetapi kawan-kawan lama Cakraningrat sudah tidak memiliki sifat asli penghuni Negeri Langit. Mereka sudah ternoda dengan kserakahan, kebatilan, serta ketamakan.

Setelah perjalanan panjang dan melelahkan, akhirnya Cakraningrat menemukan sosok pemimpin yang dianggapnya ideal. Hatinya masih murni dan tidak tergoyahkan dengan iming-iming yang notabene akan memperkaya diri sendiri. Sayangnya, sosok pemimpin yang dianggap ideal oleh Cakraningrat justru menolak tawaran tersebut. Dia lebih memilih berdagang dari pada memimpin sebuah negeri.

Pementasan yang disutradarai oleh Hardiansyah Yoga Pratama ini dikemas dalam bentuk kontemporer yang mengolaborasikan elemen-elemen kesenian yaitu seni tari, seni musik, seni teater, puisi, tembang Jawa, serta dukungan teknologi video mapping. Selain itu, dialog dalam pementasan ini tidak hanya dibawakan dalam bahasa Indonesia saja, tetapi juga dalam bahasa Jawa sehari-hari serta sedikit dialog berbahasa Inggris. Pementasan ini diperankan oleh pemain yang cukup banyak yaitu berjumlah 24 pemain, di antaranya Tami sebagai Banowati, Iam sebagai Satria, Kris sebagai Cakraningrat, Basir sebagai Baladewa, Zul sebagai Abimanyu, Andrian sebagai Sengkuni, Romi sebagai Ramses, Iis sebagai Emban, Rini sebagai Pawang, Wiwit sebagai Durga, Bagus sebagai Samba, Zulfan sebagai Fortinbrams, Burhan sebagai Setyaki, Hariza sebagai Lesmana, Linda sebagai Ronggeng, Rizky sebagai Kupret, serta Yuda, Ratih, Risa, Riza, Swares, Octa, Khansa, dan Riyadhotu sebagai Koor.

Sebelum acara dibuka secara resmi oleh Dekan FBS, Fahrudin sebagai pimpinan produksi memberikan sambutannya di atas panggung dan dilanjutkan pembukaan oleh Dekan FBS, Ibu Widyastuti Purbani, M. Hum. Pementasan tersebut berdurasi kurang lebih 2 jam. Banyak selentingan guyonan hingga sindirian yang membuat pementasan tersebut semakin hidup dan menarik. Tawa penonton menghiasi kemeriahan di setiap adegannya. Penonton turut larut dalam suasana mencekam, romantis, bahagia, sedih, miris, hingga suasana yang tak henti mengajak berjoget menggoyangkan tubuh. Acara pementasan tersebut diakhiri dengan flashmob yang diperagakan oleh seluruh tim serta aktor sebagai salam penghormatan dan rasa terima kasih kepada seluruh penonton yang telah meluangkan waktunya untuk hadir. (Rahma Aisyah - Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia).